Q.S. AN-NISAA' 58 - 59
1. Q.S. AN-Nisa’ Ayat ke 59
إِنّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ
إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya:
Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (4: 58)
Berbeda dengan gambaran sejumlah masyarakat yang memandang agama
sebagai perkara individu dan hubungan antara dirinya dan pencipta, agama
samawi, khususnya Islam, ajarannya diperuntukkan bagi individu dan sosial.
Islam bahkan melihat iman dan agama memiliki kelaziman untuk memelihara
keadilan dan amanah dalam masyarakat
Dalam beberapa riwayat disebutkan, "Jangan kalian
melihat lamanya ruku dan sujud seseorang, tetapi lihatlah kejujuran dan
amanahnya. Karena khianat dalam amanah menunjukkan kemunafikan dan sifat
bermuka dua. Makna amanah sangat luas mencakup amanah harta, ilmu dan keluarga. Bahkan
dalam beberapa riwayat, kepemimpinan sosial dikategorikan sebagai
amanah ilahi yang besar, dimana masyarakat harus berhati-hati
dan menyerahkannya kepada seorang yang saleh dan layak. Bahkan kunci
kebahagiaan masyarakat terletak pada kepemimpinan yang saleh dan
professional. Sebaliknya, sumber dari kesulitan sosial adalah para
pemimpin yang tidak saleh dan korup.
Amanah yang ada di pundak manusia ada
tiga. Pertama, antara manusia dan Tuhan. Artinya,
memelihara hukum dan batas-batas ilahi sendiri
merupakan amanah yang ada di pundak manusia. Kedua, antara manusia
dengan manusia. Seseorang yang diberikan amanah harus mengembalikannya kepada
sang pemilik tanpa ditambah dan dikurangi. Ketiga, amanah yang ada pada
diri manusia itu sendiri seperti usia, kekuasaan, kemampuan jasmani dan mental.
Dari sisi agama, semua itu adalah amanah Tuhan yang ada di tangan kita. Bahkan
kita manusia bukan pemilik diri kita
sendiri melainkan hanya mengemban amanah. Anggota
badan kita harus dimanfaatkan dengan baik di jalan keridhaan Tuhan.
Dari ayat tadi terdapat lima pelajaran yang
dapat dipetik:
1. Setiap amanah
memiliki pemiliknya yang harus diserahkan kepadanya.
Penyerahan amanah sosial seperti pemerintahan dan pengadilan kepada orang orang
yang bukan ahlinya adalah tidak sejalan dengan iman.
2. Amanah harus diserahkan kepada pemiliknya, baik ia
itu Kafir ataupun Musyrik. Dalam menunaikan amanah
kemukminan si pemilik tidaklah disyaratkan.
3. Bukan hanya hakim yang harus
adil, tapi semua orang mukmin haruslah
memelihara keadilan dalam segala bentuk penanganan masalah keluarga dan sosial.
4. Dalam memelihara amanah dan menjaga keadilan,
haruslah kita tahu bahwa Tuhan sebagai
pengawas. Karena DiaMaha Mendengar dan Melihat.
5. Manusia memerlukan nasehat dan penasehat yang
terbaik adalah Tuhan yang Maha Esa.
2. Q.S.
AN-Nisa’ Ayat ke 59
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ
كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلًا
Artinya:
Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. (4: 59)
Dalam ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa
dianjurkan menyerahkan urusan pemerintahan dan keadilan
kepada orang yang layak dan adil. Ayat ini
mengatakan kepada kaum Mukmin, selain taat kepada Tuhan dan
Rasulnya, maka haruslah kalian taat kepada para pemimpin yang adil.
Karena ketaatan itu merupakan kelaziman iman kepada Tuhan dan Hari Kiamat.
Dalam riwayat sejarah disebutkan, bahwa Rasul Saw ketika
berangkat ke perang Tabuk beliau
melantik Imam Ali as sebagai penggantinya di Madinah.
Beliau berkata, "Wahai Ali! Engkau di sisiku, seperti Harun
untuk Musa." Selanjutnya ayat ini turun dan masyarakat diperintah
untuk menaatinya.
Berangkat dari ada kemungkinan masyarakat akan berselisih
menentukan Ulil Amri, kelanjutan ayat menyatakan, "Dalam
keadaan seperti ini, rujuklah kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul yang
merupakan sebaik-baik hakim dan sebaik-baik kesudahan bagi kalian. Namun yang
jelas, ketaatan kepada Ulil Amri dan Rasul Saw adalah dalam
rangka ketaatan kepada Tuhan. Perkara ini tidak
bertentangan dengan tauhid. Karena kita menaati Nabi dan Ulil
Amri atas perintah Tuhan juga.
Dari ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat
dipetik:
1. Ketaatan kepada Rasul dan Ulil Amri dalam
ayat ini bersifat mutlak, tanpa ada syarat yang ditaati harus tidak
memiliki kekurangan.
2. Rasul memiliki dua kedudukan. Pertama, menjelaskan hukum-hukum
Tuhan dan menunaikan risalahNya. Kedua, mengelola urusan masyarakat
dan menjelaskan peraturan-peraturan pemerintahan berdasarkan kebutuhan.
3. Jalan yang terbaik menyelesaikan perselisihan mazhab Islam
adalah merujuk kepada al-Quran dan Sunnah Rasul yang diterima
oleh semua orang.
4. Masyarakat haruslah menerima pemerintahan Islam dan mendukung
para pimpinan yang adil.
Edited by
Ahmad Turmudzi zhein
Tidak ada komentar:
Posting Komentar