يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا
أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْمُعْتَدِينَ (87) وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ (88)
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya
PERTAMA
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari ibnu
Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari sahabat
Nabi Saw. yang mengatakan, "Kita kebiri diri kita, tinggalkan nasfu
syahwat duniawi dan mengembara di muka bumi seperti yang dilakukan oleh para
rahib di masa lalu." Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka
beliau mengirimkan utusan untuk menanyakan hal tersebut kepada mereka. Mereka
menjawab, "Benar." Maka Nabi Saw. bersabda:
" لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَنَامُ،
وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ، فَمَنْ أَخَذَ بسُنَّتِي فَهُوَ مِنِّي، وَمَنْ لَمْ
يَأْخُذْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي".
Tetapi
aku puasa, berbuka, salat, tidur, dan menikahi wanita. Maka barang siapa yang
mengamalkan sunnahku (tuntunanku), berarti dia termasuk golonganku; dan
barang siapa yang tidak mengamalkan sunnahku, maka dia bukan termasuk
golonganku. (Riwayat Ibnu Abu Hatim)
KEDUA
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui jalur
Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, hal yang semisal.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan
dari Siti Aisyah r.a. bahwa pernah ada segolongan orang dari kalangan sahabat
Rasulullah Saw. bertanya kepada istri-istri Nabi Saw. tentang amal perbuatan
Nabi Saw. yang bersifat pribadi. Maka sebagian dari para sahabat itu ada yang
menyangkal, "Kalau aku tidak makan daging." Sebagian yang lain
mengatakan, "Aku tidak akan mengawini wanita." Dan sebagian lagi
mengatakan, "Aku tidak tidur di atas kasur."Ketika hal itu sampai
kepada Nabi Saw., maka beliau bersabda:
"مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَقُولُ أَحَدُهُمْ كَذَا وَكَذَا،
لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَنَامُ وَأَقُومُ، وَآكُلُ اللَّحْمَ،
وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي".
Apakah
gerangan yang dialami oleh kaum, seseorang dari mereka mengatakan anu dan anu,
tetapi aku puasa, berbuka, tidur, bangun, makan daging, dan kawin dengan
wanita. Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnah (tuntunan)ku, maka dia bukan
dari golonganku.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Ahmad ibnu Isam Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Abu Asim
Ad-Dahhak ibnu Mukhallad, dari Usman (yakni Ibnu Sa'id), telah menceritakan
kepadaku Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa pernah ada seorang lelaki datang kepada
Nabi Saw., lalu lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
apabila makan daging ini, maka berahiku terhadap wanita memuncak, dan
sesungguhnya aku sekarang mengharamkan daging atas diriku." Maka turunlah
firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah:
87)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam
Turmuzi dan Imam Ibnu Jarir, keduanya dari Amr ibnu Ali Al-Fallas, dari Abu
Asim An-Nabil dengan sanad yang sama. Menurut Imam Turmuzi hadis ini hasan
garib. Telah diriwayatkan pula melalui jalur lain secara mursal, dan
telah diriwayatkan secara mauquf pada Ibnu Abbas.
KETIGA
Sufyan
As-Sauri dan Waki' mengatakan bahwa Ismail ibnu Abu Khalid telah meriwayatkan
dari Qais ibnu Abu Hazim, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan,
"Kami pernah berperang bersama Nabi Saw., sedangkan kami tidak membawa
wanita. Maka kami berkata, 'Sebaiknya kita kebiri saja diri kita.' Tetapi Rasulullah
Saw. melarang kami melakukannya dan memberikan rukhsah (kemurahan)
bagi kami untuk mengawini wanita dengan maskawin berupa pakaian dalam jangka
waktu yang ditentukan." Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud membacakan
firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah:
87), hingga akhir ayat.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya
melalui hadis Ismail. Peristiwa ini terjadi sebelum nikah mut’ah diharamkan.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Hammam ibnul Haris, dari Amr
ibnu Syurahbil yang menceritakan bahwa Ma'qal ibnu Muqarrin datang kepada
Abdullah ibnu Mas'ud, lalu Ma'qal berkata, "Sesungguhnya aku sekarang
telah mengharamkan tempat tidurku (yakni tidak mau tidur di kasur lagi)"
Maka Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan
bagi kalian. (Al-Maidah: 87), hingga akhir ayat.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari
Abud Duha, dari Masruq yang menceritakan, "Ketika kami sedang berada di
rumah Abdullah ibnu Mas'ud, maka disuguhkan kepadanya air susu perahan. Lalu
ada seorang lelaki (dari para hadirin) yang menjauh. Abdullah ibnu Mas'ud
berkata kepadanya, "Mendekatlah!” Lelaki itu berkata, 'Sesungguhnya aku
telah mengharamkan diriku meminumnya.' Abdullah ibnu Mas'ud berkata,
'Mendekatlah dan minumlah, dan bayarlah kifarat sumpahmu,' lalu Abdullah ibnu
Mas'ud membacakan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah:
87), hingga akhir ayat.
Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Imam
Hakim telah meriwayatkan asar yang terakhir ini di dalam kitab Mustadrak-nya melalui
jalur Ishaq ibnu Rahawaih, dari Jarir, dari Mansur dengan sanad yang sama.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan
syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
KEEMPAT
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb,
telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Sa'd, bahwa Zaid ibnu Aslam pernah
menceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu Rawwahah kedatangan tamu dari
kalangan keluarganya di saat ia sedang berada di rumah Nabi Saw. Kemudian ia
pulang ke rumah dan menjumpai keluarganya masih belum menjamu tamu mereka
karena menunggu kedatangannya. Maka ia berkata kepada istrinya, "Engkau
tahan tamuku karena aku, makanan ini haram bagiku." Istrinya mengatakan,
"Makanan ini haram bagiku." Tamunya pun mengatakan, "Makanan ini
haram bagiku." Ketika Abdullah ibnu Rawwahah melihat reaksi tersebut, maka
ia meletakkan tangannya (memungut makanan) dan berkata, "Makanlah dengan
menyebut nama Allah." Lalu Abdullah ibnu Rawwahah pergi menemui Nabi Saw.
dan menceritakan apa yang ia alami bersama mereka. Kemudian Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian. (Al-Maidah:
87)
Asar ini berpredikat munqati.
KELIMA
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan
kisah Abu Bakar As-Siddiq bersama tamu-tamunya yang isinya serupa dengan kisah
di atas.
Berangkat dari makna kisah ini, ada sebagian
ulama—seperti Imam Syafii dan lain-lainnya— yang mengatakan bahwa barang siapa
mengharamkan suatu makanan atau pakaian atau yang lainnya kecuali wanita, maka
hal itu tidak haram baginya dan tidak ada kifarat atas orang yang bersangkutan
(bila melanggarnya), karena Allah Swt. telah berfirman: Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah
halalkan bagi kalian. (Al-Maidah: 87)
Demikian pula apabila seseorang mengharamkan
daging atas dirinya, seperti yang disebutkan pada hadis di atas, Nabi Saw: tidak
memerintahkan kepadanya untuk membayar kifarat.
Ulama lainnya—antara lain Imam Ahmad ibnu
Hambal—berpendapat bahwa orang yang mengharamkan sesuatu makanan atau minuman
atau pakaian atau yang lainnya diwajibkan membayar kifarat sumpah. Begitu pula
apabila seseorang bersumpah akan meninggalkan sesuatu, maka ia pun dikenakan
sanksi begitu ia mengharamkannya atas dirinya, sebagai hukuman atas apa yang
telah ditetapkannya. Seperti yang telah difatwakan oleh Ibnu Abbas, dan seperti
yang terdapat di dalam firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ
تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}
Hai
Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu
mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (At-Tahrim:
1)
Kemudian dalam ayat selanjutnya disebutkan:
{قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ}
Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpah
kalian. (At-Tahrim:
2), hingga akhir ayat.
Demikian pula dalam surat ini, setelah
disebutkan hukum ini, lalu diiringi dengan ayat yang menerangkan tentang
kifarat sumpah. Maka hal ini menunjukkan bahwa masalah yang sedang kita bahas
sama kedudukannya dengan kasus sumpah dalam hal wajib membayar kifarat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan
kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Mujahid yang menceritakan bahwa ada
segolongan kaum laki-laki —antara lain Usman ibnu Maz'un dan Abdullah ibnu Amr—
bermaksud melakukan tabattul (membaktikan seluruh hidupnya
untuk ibadah) dan mengebiri diri mereka serta memakai pakaian yang kasar. Maka
turunlah ayat ini sampai dengan firman-Nya: dan bertakwalah kepada
Allah yang kalian beriman kepada-Nya. (Al-Maidah: 88)
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ikrimah,
bahwa Usman ibnu Maz'un, Ali ibnu Abu Talib, Ibnu Mas'ud, dan Al-Miqdad ibnul
Aswad serta Salim maula Abu Huzaifah bersama sahabat lainnya melakukan tabattul, lalu
mereka tinggal di rumahnya masing-masing, memisahkan diri dari istri-istri
mereka, memakai pakaian kasar, dan mengharamkan atas diri mereka makanan dan
pakaian yang dihalalkan kecuali makanan dan pakaian yang biasa dimakan dan
dipakai oleh para pengembara dari kaum Bani Israil. Mereka pun bertekad
mengebiri diri mereka serta sepakat untuk qiyamul lail dan
puasa pada siang harinya. Maka turunlah firman-Nya: Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah
halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Maidah: 87)
Dengan kata lain, janganlah kalian berjalan
bukan pada jalan tuntunan kaum muslim. Yang dimaksud ialah hal-hal yang
diharamkan oleh mereka atas diri mereka—yaitu wanita, makanan, dan
pakaian—serta apa yang telah mereka sepakati untuk melakukannya, yaitu
salat qiyamul lail sepanjang malam, puasa pada siang harinya,
dan tekad mereka untuk mengebiri diri sendiri.
Setelah ayat ini diturunkan berkenaan dengan
mereka, maka Rasulullah Saw. mengirimkan utusannya untuk memanggil mereka,
lalu beliau Saw. bersabda:
"إِنَّ لِأَنْفُسِكُمْ حَقًّا، وَإِنَّ لِأَعْيُنِكُمْ
حَقًّا، صُومُوا وَأَفْطِرُوا، وَصَلُّوا وَنَامُوا، فَلَيْسَ مِنَّا مَنْ تَرَكَ
سُنَّتَنَا"
Sesungguhnya
kalian mempunyai kewajiban atas diri kalian, dan kalian mempunyai kewajiban
atas mata kalian. Berpuasalah dan berbukalah salatlah dan tidurlah maka bukan
termasuk golongan kami orang yang meninggalkan sunnah kami.
Mereka berkata, "Ya Allah, kami tunduk dan
patuh kepada apa yang telah Engkau turunkan."
Kisah ini disebutkan pula oleh bukan hanya
seorang dari kalangan tabi'in secara mursal, dan mempunyai
bukti yang menguatkannya di dalam kitab Sahihain melalui
riwayat Siti Aisyah Ummul Mu’minin, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Asbat telah meriwayatkan dari As-Saddi
sehubungan dengan firman Allah Swt.: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi
kalian, dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Maidah: 87)
Pada awal mulanya terjadi di suatu hari ketika
Rasulullah Saw. sedang duduk dan memberikan peringatan kepada orang-orang yang
hadir, kemudian pergi dan tidak melanjutkan perintahnya lagi kepada mereka.
Maka segolongan dari sahabat-sahabatnya yang berjumlah sepuluh orang —antara
lain Ali ibnu Abu Talib dan Usman ibnu Maz'un— mengatakan, "Apakah yang
akan kita peroleh jika kita tidak melakukan amal perbuatan? Karena sesungguhnya
dahulu orang-orang Nasrani mengharamkan atas diri mereka banyak hal, maka kita
pun harus berbuat hal yang sama."
Sebagian dari mereka ada yang mengharamkan atas
dirinya makan daging, makanan wadak, dan makan pada siang hari; ada yang mengharamkan
tidur, ada pula yang mengharamkan wanita (istri).
KEENAM
Tersebutlah bahwa Usman ibnu Maz'un termasuk
orang yang mengharamkan wanita atas dirinya. Sejak saat itu dia tidak lagi
mendekati istri-istrinya, dan mereka pun tidak berani mendekatinya. Lalu istri
Usman ibnu Maz'un datang kepada Siti Aisyah r.a. Istri Usman ibnu Maz'un
dikenal dengan nama panggilan Khaula. Siti Aisyah dan istri Nabi Saw. yang
lainnya bertanya kepada Khaula, "Apakah yang engkau alami, hai Khaula,
sehingga penampilanmu berubah, tidak merapikan rambutmu, dan tidak memakai
wewangian?" Khaula menjawab, "Bagaimana aku merapikan rambut dan
memakai wewangian, sedangkan suamiku tidak menggauliku lagi dan tidak pernah
membuka pakaianku sejak beberapa lama ini.
Maka semua istri Nabi Saw. tertawa mendengar
jawaban Khaula. Saat itu masuklah Rasulullah Saw., sedangkan mereka dalam
keadaan tertawa, maka beliau bertanya, "Apakah yang menyebabkan
kalian tertawa?" Siti Aisyah menjawab, "Wahai Rasulullah, saya
bertanya kepada Khaula tentang keadaannya yang berubah. Lalu ia menjawab bahwa
suaminya sudah sekian lama tidak pernah lagi membuka pakaiannya (menggaulinya)."
Lalu Rasulullah Saw. mengirimkan utusan untuk
memanggil suaminya, dan beliau bersabda, "Hai Usman, ada apa
denganmu?" Usman ibnu Maz'un menjawab, "Sesungguhnya aku
tidak menggaulinya lagi agar dapat menggunakan seluruh waktuku untuk
ibadah." Lalu ia menceritakan duduk perkaranya kepada Nabi Saw. Usman
menyebutkan pula bahwa dirinya telah bertekad untuk mengebiri dirinya.
Mendengar pengakuannya itu Rasulullah Saw. bersabda, "Aku
bersumpah kepadamu, kamu harus kembali kepada istrimu dan menggaulinya."
Usman ibnu Maz'un menjawab, "Wahai Rasulullah, sekarang aku sedang
puasa." Rasulullah Saw. bersabda, "Kamu harus berbuka." Maka
Usman berbuka dan menyetubuhi istrinya.
Khaula kembali kepada Siti Aisyah dalam keadaan
telah merapikan rambutnya, memakai celak mata dan wewangian. Maka Siti Aisyah
tersenyum dan berkata, "Mengapa engkau, hai Khaula?" Khaula menjawab
bahwa suaminya telah menggaulinya kembali kemarin. Dan Rasulullah Saw.
bersabda:
"مَا بَالُ أَقْوَامٍ حَرَّموا النِّسَاءَ وَالطَّعَامَ
وَالنَّوْمَ؟ أَلَّا إِنِّي أَنَامُ وَأَقُومُ، وَأُفْطِرُ وَأَصُومُ، وَأَنْكِحُ
النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِب عَنِّي فَلَيْسَ مِنِّي".
Apakah
gerangan yang telah dilakukan oleh banyak orang; mereka mengharamkan wanita,
makanan, dan tidur. Ingatlah, sesungguhnya aku tidur, berbuka, puasa, dan
menikahi wanita. Barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukan
termasuk golonganku.
Lalu turunlah firman-Nya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kalian, dan janganlah kalian melampaui batas. (Al-Maidah:
87)
Seakan-akan ayat ini mengatakan kepada Usman,
"Janganlah kamu mengebiri dirimu, karena sesungguhnya perbuatan itu
merupakan perbuatan melampaui batas." Dan Allah memerintahkan kepada
mereka agar membayar kifarat sumpahnya.
Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ
وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ}
Allah
tidak menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah kalian yang tidak
dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kalian disebabkan sumpah-sumpah yang
kalian sengaja. (Al-Maidah: 89)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir.
****
Firman
Allah Swt.:
{وَلا تَعْتَدُوا}
dan
janganlah kalian melampaui batas. (Al-Maidah: 87)
Makna yang dimaksud dapat diinterpretasikan
sebagai berikut: Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam mempersempit diri
kalian dengan mengharamkan hal-hal yang diperbolehkan bagi kalian. Demikianlah
menurut pendapat sebagian ulama Salaf. Dapat pula diinterpretasikan:
Sebagaimana kalian tidak boleh mengharamkan yang halal, maka jangan pula kalian
melampaui batas dalam memakai dan mengkonsumsi yang halal, melainkan ambillah
darinya sesuai dengan keperluan dan kecukupan kalian, janganlah kalian melampaui
batas. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt dalam ayat yang lain, yaitu :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا
Makan
dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. (Al-A'raf: 31), hingga akhir
ayat.
{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا
وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}
Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan
itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al-Furqan: 67)
Allah Swt. mensyariatkan sikap pertengahan
antara yang berlebihan dan yang kikir dalam bernafkah, yakni tidak boleh
melampaui batas, tidak boleh pula menguranginya. Dalam surat ini disebutkan
oleh firman-Nya:
{لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلا
تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ}
janganlah
kalian haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kalian, dan
janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas. (Al-Maidah: 87)
Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
{وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا}
Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepada kalian. (Al-Maidah:
88)
Yakni keadaan rezeki itu halal lagi baik.
{وَاتَّقُوا اللَّهَ}
dan
bertakwalah kepada Allah. (Al-Maidah: 88)
Yakni dalam semua urusan kalian, ikutilah jalan
taat kepada-Nya dan yang diridai-Nya serta tinggalkanlah jalan yang
menentang-Nya dan yang durhaka terhadap-Nya.
{الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ}
Yang kalian beriman kepada-Nya. (Al-Maidah: 88)
Tafsir Ibnu Katsir
Edited by
Ahmad Turmudzi Zhein
Nur suaibatul Islamiyyah
BalasHapusHani Devina Sholihah
Rosalinda diva a
Annur wafiq H
Alfenia anisatul A
Minaqurrofiqoh
11 IIK
Isti kamilatun nisa
BalasHapusIsti kamilatun nisa
BalasHapus