Sabtu, 31 Juli 2021

CITA-CITA KAUM REMAJA الحِوَار فِي آمَالُ الْمُرَاهِقِيْن

 

الحِوَار فِي آمَالُ الْمُرَاهِقِيْن

مَرْيَم       :  هَلْ تُرِيْد أَنْ تَكُوْنَ مُهَنْدِ سًا ؟  

نَبِيل        :  نَعَم، لِأَبْنِيَ البُيُوْت وَالعِمَارَات، وأَنْتَ يا سَمِير ؟            

سَمِير      :  أَتَمَنَّى أَنْ أَكُوْنَ طَبِيبًا لِأُعَالِج الـمَرْضَى. وَأَنْتِ يا حُمَيرَة، ماذا تُرِيدِين ؟

حُمَيرَة      :  أَنَا أُفَضِّلُ أَنْ أَكُوْنَ واعِظة .           

نَبِيل        :  هٰذَا مُنَاسِب، فَأَ نْتِ مَاهِرة فِي الخَطَابَة              

مريم       :  أما أنا فأُحِبّ أَنْ أَكُوْنَ مُدَرِّسَة.

حُمَيرَة      : عَظِيْم، التَّدْرِيْس مِهْنَة نَافِعَة جِدًّا !

KOSA KATA

ARTI

KOSA KATA

ARTI

الحِوَار

Percakapan

هَلْ

Apakah

تُرِيْد

Kamu Inginkan

تَكُوْن

Kamu menjadi

مُهَنْدِس

Insiyur

أَبْنِيَ

Saya membangun

البُيُوْت

Rumah-rumah

العِمَارَات

Gedung-gedung

أَتَمَنَّى

Saya berharap

طَبِيب

Dokter

أَكُوْن

Saya menjadi

أُعَالِج

Saya Mengobati

الـمَرْضَى

Para pasien

تُرِيدِين

Kamu (pr ) inginkan

أُفَضِّلُ

Saya lebih suka

واعِظة

Penasehat

مُنَاسِب

Sesuai

مَاهِرة

Pandai

الخطَابَة

Ceramah/pidato

أُحِب

Saya suka

مُدَرِّسَة

Guru

عَظِيْم

Hebat

التَّدْرِيْس

Pembelajaran / mengajar

مِهْنَة

Profesi

نَافِعَة

Bermafaat

جِدًّا

Sangat / sekali

 

Arti Percakapan

Maryam           : Apakah kamu ingin menjadi seorang Insiyur hai Nabil ?

Nabil               : Ya, agar aku bisa membangun rumah-rumah dan gedung-gedung

Samir               : Aku berharap menjadi seorang dokter agar aku bisa mengobati para pasien . dan   kamu wahai humairah apa yang kamu inginkan ?

Humairah        : Saya ingin menjadi seorang penasehat

Nabil               : Ini sesuai ( untukmu ), kamu pandai dalam berpidato

Maryam           : Adapun saya ingin menjadi seorang guru

Humairah        : Hebat, mengajar adalah profesi yang sangat penting


By Ahmad Turmudi, S.Ag
Guru Bahasa Arab MA. Al-Hidayah Kendal

BERLAKU ADIL DAN JUJUR ( QS An-Nahl 16 : 90-92 )

 

BERLAKU ADIL DAN JUJUR

a. Mari membaca QS An-Nahl (16) : 90-92 dengan tartil

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ  يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90)  وَأَوْفُوا۟ بِعَهْدِ ٱللَّهِ إِذَا عَٰهَدتُّمْ وَلَا تَنقُضُوا۟ ٱلْأَيْمَٰنَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ ٱللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا  إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ (91) وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَٰنَكُمْ دَخَلًۢا بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِىَ أَرْبَىٰ مِنْ أُمَّةٍ  إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ ٱللَّهُ بِهِۦ  وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ مَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92)

b. Mari menterjemahkan QS. An-Nahl:90-92

90. Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,  memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

91. Dan tepatilah Perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

92. Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskanNya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.

c. Mari Memaknai Mufradat Penting

• Kata (ٱلْعَدْلِ) al-’adl terambil dari kata (عَدْل) ’adala yang terdiri dari huruf- huruf ’ain, dal dan lam. Rangkaian huruf-huruf ini mengandung dua makna yang bertolak belakang, yakni lurus dan sama serta bengkok dan berbeda. Seseorang yang adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seseorang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih

• Beberapa pakar mendefinisikan adil dengan penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Ini mengantar kepada persamaan, walau dalam ukuran kuantitas boleh jadi tidak sama. Ada juga yang menyatakan bahwa adil adalah  memberikan kepada pemilik hak-haknya, melalui jalan yang terdekat. Ini bukan  saja menuntut seseorang memberi hak kepada pihak lain, tetapi juga hak tersebut harus diserahkan tanpa menunda-nunda. “Penundaan utang dari seseorang yang mampu membayar hutangnya adalah penganiayaan.” Demikian sabda Nabi SAW. Ada lagi yang berkata adil adalah moderasi : “tidak mengurangi tidak juga melebihkan,” dan masih banyak rumusan yang lain.

• Kata (ٱلْإِحْسَٰنِ) al-ihsân menurut ar-Raghib al-Ashfahani digunakan untuk dua hal, pertama memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua, perbuatan baik. Karena itu – lanjutnya – kata ihsan lebih luas dari sekadar “memberi nikmat atau nafkah.” Maknanya bahkan lebih tinggi dan dalam dari kandungan makna adil, karena adil adalah “memperlakukan orang lan sama dengan perlakuannya terhadap Anda,” sedang ihsan adalah “memperlakukannya lebih baik dari  perlakuannya terhadap Anda.” Adil adalah mengambil semua hak Anda dan atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang harus Anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya Anda ambil.

Kata (إِيتَآئِ) îtâ’ / pemberian mengandung makna-makna yang sangat dalam. Menurut ar-Raghib al-Ashfahan, kata ini pada mulanya berarti “kedatangan dengan mudah.”  Al-Fairuzdalam kamusnya menjelaskan sekian banyak artinya, antara lain, istiqâmah (bersikap jujur dan konsisten), cepat, pelaksanaan secara amat sempurna, memudahkan jalan mengantar kepada seorang agung lagi bijaksana, dan lain-lain. Dari makna-makna tersebut dapat dipahami apa sebenarnya yang dikandung oleh perintah ini dan apa yang seharusnya dilakukan oleh sang pemberi, serta bagaimana seyogyanya sikap kejiwaannya ketika memberi.

• Kata (ٱلْفَحْشَآءِ) al-fahsyâ’/ keji adalah nama bagi segala perbuatan atau ucapan, bahkan keyakinan yang dinilai buruk oleh jiwa dan akal yang sehat, serta mengakibatkan dampak buruk bukan saja bagi pelakunya tetapi juga bagi lingkungannya.

• Kata (ٱلْمُنكَر ) al-munkar/ kemungkaran dari segi bahasa, berarti sesuatu yang tidak dikenal sehingga diingkari. Itu sebabnya ia diperhadapkan dengan kata alma’rûf/ yang dikenal. Dalam bidang budaya kita dapat membenarkan ungkapan :”Apabila ma’ruf sudah jarang dikerjakan, ia bisa beralih menjadi munkar, sebaliknya bila munkar sudah sering dikerjakan ia menjadi ma’ruf.”

• Ibn Taimiyah mendefinisikan munkar, dari segi pandangan syariat sebagai segala sesuatu yang dilarang oleh agama. Dari definisi ini dapat disimak bahwa kata munkar lebih luas jangkauan pengertiannya dari kata ma’shiyat/ kedurhakaan. Binatang yang merusak tanaman, merupakan kemungkaran, tetapi bukan kemaksiatan, karena binatang tidak dibebani tanggung jawab, demikian juga meminum arak bagi anak kecil, adalah mungkar, walau apa yang dilakukannya itu – melihat usianya – bukanlah maksiat.

• Sesuatu yang mubah pun, apabila bertentangan dengan budaya, dapat dinilai mungkar, seperti orang bergandengan tangan dengan sangat mesra dengan istri sendiri di depan umum apabila dilakukan dalam suatu masyarakat yang budayanya tidak membenarkan hal tersebut.

• Munkar bermacam-macam dan bertingkat-tingkat. Ada yang berkaitan dengan  pelanggaran terhadap Allah, baik dalam bentuk pelanggaran ibadah, perintah non-ibadah, dan ada juga yang berkaitan dengan manusia, serta lingkungan. Bahwa al-munkar, adalah sesuatu yang dinilai buruk oleh suatu masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi. ia adalah lawan ma’ruf yang merupakan sesuatu yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat selama sejalan dengan al-khair.

• Kata (ٱلْبَغْىِ) al-baghy/ penganiayaan terambil dari kata bagha yang berarti meminta/menuntut, kemudian maknanya menyempit sehingga pada umumnya ia digunakan dalam arti menuntut hak pihak lain tanpa hak dan dengan cara aniaya/tidak wajar. Kata tersebut mencakup segala pelanggaran hak dalam bidang interaksi sosial, baik pelanggaran itu lahir tanpa sebab, seperti perampokan, pencurian, maupun dengan atau dalih yang tidak sah, bahkan walaupun dengan tujuan penegakan hukum tetapi dalam pelaksanaannya melampaui batas. Tidak dibenarkan memukul seseorang yang telah diyakini bersalah sekalipun dalam rangka memperoleh pengakuannya. Membalas kejahatan orang pun tidak boleh melebihi kejahatannya. Dalam konteks ini Al-Qur’an mengingatkan pada akhir surah ini bahwa : “Apabila kamu membalas maka balaslah persis sama dengan siksaan yang ditimpakan kepada kamu (QS. An-Nahl [16]: 128).

• Kejahatan al-baghy pun sebenarnya telah dicakup oleh kedua hal yang dilarang sebelumnya. Tetapi di sini ditekankan, karena kejahatan ini – secara sadar atau tidak – sering kali dilanggar. Dorongan emosi untuk membalas, bahkan keinginan menggebu untuk menegakkan hukum serta kebencian yang meluap kepada kemungkaran, sering kali mengantar seorang yang taat pun – tanpa sadar – melakukan al-baghy.

• Firman-Nya : (لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ) la’allakum tadzakkarûn / agar kamu dapat selalu ingat yang menjadi penutup ayat ini dapat dipahami sebagai isyarat bahwa tuntunan-tuntunan agama, atau paling tidak nilai-nilai yang disebut di atas, melekat pada nurani setiap orang, dan selalu didambakan wujudnya, karena itu nilai-nilai tersebut bersifat universal. Pelanggarannya dapat mengakibatkan kehancuran kemanusiaan.

• Yang dimaksud dengan (تَنقُضُوا۟) tanqudhû/ membatalkan adalah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kandungan sumpah/janji.

• Yang dimaksud dengan (بِعَهْدِ ٱللَّهِ ) bi ‘ahd Allâh/ perjanjian Allah dalam konteks ayat ini antara lain, bahkan terutama adalah bai’at yang mereka ikrarkan di hadapan Nabi Muhammad saw. untuk tidak mempersekutukan Allah SWT serta tidak melanggar perintah Nabi SAW. yang mengakibatkan mereka durhaka. Janji dan atau sumpah yang menggunakan nama Allah yang kandungannya demikian, seringkali dilaksanakan oleh para sahabat Nabi SAW. sejak mereka masih di Mekkah, sebelum berhijrah. Memang redaksi ayat ini mencakup segala macam janji, sumpah, serta ditujukan kepada siapa pun dan di mana pun mereka berada.

• Firman-Nya (بَعْدَ تَوْكِيدِهَا ) ba’da taukîdihâ ada yang memahaminya dalam arti sesudah kamu meneguhkannya. Atas dasar itu yang jelas maksud meneguhkan/ peneguhan tersebut adalah menjadikan Allah SWT sebagai saksi dan pengawas atas sumpah dan janji-janji manusia. Ayat ini menekankan perlunya menepati janji, memegang teguh tali agama serta menutup rapat-rapat semua usaha musuh-musuh Islam yang berupaya memurtadkan kaum muslimin, sejak masa Nabi SAW. di Mekah hingga masa kini dan mendatang.

• Kata (دَخَلًۢا ) dakhalan dari segi bahasa berarti kerusakan, atau sesuatu yang buruk. Yang dimaksud di sini adalah alat atau penyebab kerusakan. Ini karena dengan bersumpah seseorang menanamkan keyakinan dan ketenangan di hati mitranya, tetapi begitu dia mengingkari sumpahnya, maka hubungan mereka menjadi rusak, tidak lain penyebabnya kecuali sumpah itu yang kini telah diingkari. Dengan demikian, sumpah menjadi alat atau sebab kerusakan hubungan.

• Kata (أَرْبَىٰ ) arbâ terambil dari kata (الربو) ar-rubwu yaitu tinggi atau berlebih. Dari akar yang sama lahir kata riba yang berarti kelebihan. Kelebihan dimaksud bisa saja dalam arti kuantitas, sehingga bermakna lebih banyak bilangannya, atau kualitasnya, yakni lebih tinggi kualitas hidupnya dengan harta yang melimpah dan kedudukan yang terhormat.

d. Mari Memahami Al-Qur’an surah an-Nahl:90-92

Dalam ayat ini ada tiga hal yang diperintahkan oleh Allah agar dilakukan  sepanjang waktu sebagai wujud dari taat kepada Allah.

Pertama, berlaku adil yaitu menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak kepada yang berhak, dan tidak berlaku zalim/aniaya.

Kedua, berbuat ihsan; mengandung dua arti yaitu mempertinggi kualitas amalan, berbuat yang lebih baik sehingga imannya meningkat dan kepada sesama makhluk yaitu berbuat lebih tinggi lagi dari keadilan. Misalnya, memberikan upah kepada pekerja yang setimpal sesuai dengan pekerjaannya pada waktunya itu adalah sikap yang adil. Tetapi jika memberikan upah yang lebih dari semestinya sehingga hatinya gembira, maka itulah ihsan. Al-Qurtubi  dalam tafsirnya menyatakan:  “Maka sesungguhnya Allah suka sekali hamba-Nya berbuat ihsan sesama makhluk, sampai pun kepada burung-burung yang engkau perihara dalam sangkarnya, dan kucing di dalam rumah, jangan sampai mereka itu tidak merasakan ihsan dari engkau”.

Ketiga,memberi kepada keluarga yang terdekat, ini sebenarnya masih lanjutan dari sikap ihsan. Kadang-kadang orang yang berasal dari satu ayah atau satu ibu sendiri pun tidak sama nasibnya. Ada yang murah rezekinya,lalu menjadi kara raya, dan ada yang hidupnya susah. Maka orang yang mampu dianjurkan berbuat baik kepada keluarganya yang terdekat, sebelum ia mementingkan orang lain.

 Selain itu, ayat ini juga menjelaskan bahwa ada tiga hal yang dilarang oleh Allah, yang harus dijauhi oleh orang yang beriman:

Pertama, melarang segala perbuatan yang keji, yaitu dosa yang amat merusak pergaulan dan keturunan. Kalau alQur’an menyebut al-fakhsyâ’, yang dituju ialah segala yang berhubungan dengan perbuatan zina. Segala pintu yang menuju kepada zina, baik terkait dengan pakaian yang Membukakan aurat atau cara-cara lain yang menimbulkan nafsu syahwat. Hendaklah itu ditutup mati, tidak diberi jalan.

Kedua, perbuatan munkar Yaitu segala perbuatan yang tidak dapat diterima baik oleh masyarakat yang menjaga budi luhur, dan segala tingkah laku yang membawa pelanggaran atau bertentangan dengan norma agama.

Ketiga, aniayayaitu segala perbuatan yang sikapnya menimbulkan permusuhan terhadap sesama manusia, karena mengganggu hak dan kepunyaan orang lain.

Ketiga hal yang diperintahkan dan ketiga hal yang dilarang oleh Allah dalam  ayat tersebut, adalah bertujuan agar orang mukmin selamat dalam pergaulan hidup sehingga dapat meraih bahagia. Jika orang sudah berjanji dengan Allah untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu, berarti ia telah berjanji dengan Allah. Hendaklah janji dengan Allah itu dipenuhi, dan jangan seenaknya melalaikan/bermain-main dengan sumpah yang telah diteguhkan. Jika melanggar sumpah itu maka akan dikenai kaffarah (denda), yaitu memberi makan 10 orang miskin atau memerdekakan budak, kalau itu tidak mampu maka berpuasa 3 hari berturut-turut (QS. Al-Mâ’idah: 89). Orang telah mengikat janji yang teguh, sehingga kuat teguhlah janji itu laksana kain selesai ditenun. Maka janganlah merusak perjanjian itu agar tidak seperti kain tenunan yang telah kuat itu kemudian diurai kembali satu demi satu. Siasialah usahanya tidak ada manfaat. Allah mencela orang yang suka meremehkan/ membatalkan pernjanjian dengan orang lain, lalu berjanji dengan pihak lainnya. Ajaran Islam membimbing umatnya agar teguh dan menepati janji yang telah diucapkan/diteguhkan untuk dilaksanakan/ditepati dengan sebaik-baiknya

By Ahmad Turmudi, S.Ag
Pengampu Tafsir Ilmu Tafsir MA Alhidayah Kendal
sumber buku Tafsir Ilmu Tafsir kelas 12 MA kurikulum K-13