ETOS KERJA PRIBADI MUSLIM
QURAN SURAT AL-QASHASH AYAT 77
1. QURAN SURAT AL-QASHASH AYAT 77
وَٱبْتَغِ
فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ
ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ
ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ
Terjemah
Arti:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan
2.
Makna Mufrodat Al-Qashash:77
1). Kata (فِيمَآ) fimâ dipahami mengandung makna terbanyak atau pada umumnya, sekaligus
melukiskan tertancapnya ke dalam lubuk hati upaya mencari kebahagiaan ukhrawi melalui apa yang dianugerahkan Allah
dalam kehidupan dunia ini. Dalam konteks
Qârûn adalah gudang-gudang tumpukan harta benda yang
dimilikinya itu.
2). Firman-Nya : (وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا) wa lâ tansa nasîbaka min
ad-dunyâ merupakan
larangan melupakan atau mengabaikan bagian seseorang dari kenikmatan duniawi. Larangan itu dipahami oleh sementara
ulama bukan dalam arti haram mengabaikannya,
tetapi dalam arti mubah (boleh untuk mengambilnya).
3). Kata (نَصِيبَ) nashî b terambil dari kata (نصب) nashaba yang pada mulanya berarti
menegakkan sesuatu sehingga nyata dan mantap seperti misalnya gunung. Kata
nashîb atau nasib adalah bagian tertentu yang telah ditegakkan sehingga menjadi nyata dan jelas bahwa bagian
itu adalah hak dan miliknya dan atau itu
tidak dapat dielakkan.
4). Kata ( أَحْسَنَ )
ahsan terambil dari kata ( حسن )
hasan yang berarti baik. Patron kata yang digunakan ayat ini berbentuk perintah
dan membutuhkan objek. Namun objeknya tidak disebut, sehingga ia mencakup
segala sesuatu yang dapat disentuh oleh kebaikan, bermula terhadap lingkungan,
harta benda, tumbuhtumbuhan, binatang, manusia, baik orang lain maupun diri sendiri.
5). Kata (كَمَآ) kamâ pada ayat di atas dipahami oleh
banyak ulama dalam arti sebagaimana. Ada juga ulama yang enggan memahaminya
demikian, karena betapa pun besarnya upaya manusia berbuat baik, pasti dia
tidak dapat melakukannya “sebagaimana” yang dilakukan Allah. Atas dasar itu
banyak ulama memahami kata kamâ dalam arti “disebabkan karena”, yakni karena
Allah telah melimpahkan aneka karunia, maka seharusnya manusia pun melakukan
ihsan dan upaya perbaikan sesuai kemampuannya.
3. TAFSIR QURAN SURAT AL-QASHASH AYAT 77
Dan carilah pahala negeri akhirat pada apa yang Allah
berikan kepadamu berupa harta benda, dengan mengamalkan ketaatan kepada Allah
melalui harta itu di dunia ini. Dan janganlah kamu lupakan bagianmu dari dunia
dengan jalan bersenang-senang di dunia ini dengan hal-hal yang halal, tanpa
berlebihan. Dan berbuat baiklah kepada orang-orang dengan memberikan sedekah,
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dengan (memberikan) harta yang
banyak. Dan janganlah kamu mencari apa yang diharamkan oleh Allah berupa
tindakan berbuat kerusakan di muka bumi dan penganiayaan terhadap kaummu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan dan Dia
akan membalas mereka atas amal perbuatan buruk mereka
” Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
77.Dan
mohonlah kepada Allah pahala di kehidupan Akhirat terkait harta yang telah
diberikan Allah kepadamu, dengan cara menginfakkannya pada jalan-jalan kebaikan
dan janganlah kamu lupa bagianmu dari makan, minum, pakaian dan
kenikmatan-kenikmatan lainnya, tanpa berlebih-lebihan dan tidak sombong. Dan
perbaikilah hubungan dengan Rabbmu dan dengan hamba-hamba-Nya sebagaimana
Rabbmu Yang mahasuci berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi dengan melakukan kemaksiatan dan meninggalkan ketaatan,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan di muka
bumi dengan perbuatan tersebut, justru Dia murka
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah
pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
77. Hai Qarun, carilah kenikmatan yang kekal di akhirat
melalui infak di jalan kebaikan, karena sebaik-baik harta adalah harta yang
digunakan pemiliknya untuk berinfak di jalan Allah, sebab harta itu adalah harta
Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Kami tidak mengolokmu
yang telah mendapatkan kenikmatan dunia melalui cara yang dihalalkan Allah. Hai
Qarun, bersyukur kepada Allah atas apa yang telah diberikan kepadamu dapat
membuatmu bersungguh-sungguh dalam berinfak. Perintah kebaikan ini juga
bermakna larangan berbuat kerusakan di bumi yang kamu tinggali. Dan ingatlah
bahwa Allah tidak menyukai hamba-Nya yang sombong dan angkuh, Dia akan memberi
perhitungan kepada seluruh makhluk atas apa yang telah mereka kerjakan.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an
di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas
al-Qur'an Universitas Islam Madinah
77. وَابْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ
اللهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ ۖ
(Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat) Maka belanjakanlah harta itu pada apa yang diridhai Allah,
bukan digunakan untuk menyombongkan diri. وَلَا تَنسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ(
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi) Yakni
janganlah kamu lalaikan bagianmu di dunia dalam menikmati hartamu yang halal. وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَ ۖ( dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu) Dengan kenikmatan yang telah
Allah berikan kepadamu di dunia. وَلَا تَبْغِ
الْفَسَادَ فِى الْأَرْضِ ۖ(
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi) Yakni janganlah kamu
bermaksiat kepada Allah di bumi. إِنَّ اللهَ لَا
يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ(Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan) Yakni kerusakan di
bumi.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr.
Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
77. Carilah dalam sesuatu yang diberikan
Allah kepadamu itu pahala akhirat dengan menginfakkannya untuk mencari ridhaNya
dan menaatiNya, bukan untuk berlaku angkuh dan sewenang-wenang. Janganlah lupa
untuk berinfak dalam hal yang dihalalkan Allah kepadamu dan berbuat baiklah
kepada hamba-hambaNya dengan bersedekah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu
dan memberimu nikmat berupa harta dan penghormatan. Jangan kamu gunakan harta
benda untuk bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya Dia tidak meridhai
orang-orang yang merusak dengan berbuat maksiat di dunia dan akan membalas
mereka atas perbuatan mereka
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr.
Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
77. jama’ah (dari bani israil) menasihatinya dan
menunjukinya : Mintalah (wahai qarun) atas pemberian Allah kepadamu dari harta
ini, balasan (pahala) untuk akhirat, dan beramal dengan amalan yang Allah
ridhai dari sisi kebaikan, dan janganlah engkau tinggal syarat halal dan haram
atas hartamu, bagimu untuk beribadah dengan jujur dan makruf, sebagaimana Allah
telah membaguskanmu dan memberikan harta ini yang banyak, dan janganlah engkau
berbuat dzalim di muka bumi dengna harta ini; Sebab Allah tidak mengingkan
orag-orang yang berbuat kerusakan. Akan tetapi qarun congkak dan sombong, dia
mengklaim bahwa hartanya atas jerih payah dan kepiawaiannya, dan ia tetap
berada dalam keadaan demikian sampai Allah jatuhkan dan benamkan di bumi.
An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih
asy-Syawi
77. “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat.” Maksudnya
memperoleh sesuatu yang ada di sisi Allah dan bersedekahlah; dan jangan
sekali-kali kamu merasa cukup dengan hanya sekedar memperoleh kepuasan nafsu
dan meraih berbagai kelezatan, “dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
duniawi.” Maksudnya, Kami tidak memerintahmu agar menyedekahkan seluruh harta
kekayaanmu sehingga engkau menjadi terlantar, akan tetapi berinfaklah untuk
akhiratmu dan bersenang-senanglah dengan harta duniamu dengan tidak merusak
agamamu dan tidak pula membahayakan akhiratmu, “dan berbuat baiklah,” kepada
hamba-hamba Allah, “sebagaimana Allah telah berbuat baik” kepadamu dengan
menganugerahimu harta kekayaan ini, “dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi,” dengan bersikap sombong dan berbuat berbagai maksiat terhadap
Allah serta tenggelam di dalam kenikmatan dengan melupakan Pemberi nikmat itu.
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Bahkan Allah
akan menyiksa mereka atas perbuatan itu dengan siksaan yang paling berat.
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di,
pakar tafsir abad 14 H
77. Yakni engkau wahai Qarun telah memiliki
sarana-sarana untuk mengejar akhirat yang tidak dimiliki oleh selainmu. Oleh
karena itu, carilah pahala di sisi Allah dengan harta-hartamu, seperti
menyedekahkannya sebagian dari rezeki itu di jalan Allah dan jangan hanya
digunakan untuk memuaskan nafsu. Berupa harta, yakni agar engkau infakkan di
jalan Allah. Yakni Allah tidaklah memerintahkannya untuk menyedekahkan semua
hartanya sehingga hartanya habis tanpa bersisa, bahkan sisihkanlah hartamu
untuk akhirat, dan silahkan bersenang-senang dengan duniamu, namun tidak sampai
melubangi agamamu dan merusak akhiratmu. Yaitu dengan bersikap sombong serta
mengerjakan kemaksiatan, dan sibuk dengan nikmat itu sampai lupa kepada Pemberi
nikmat (Allah).
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi
bin Musa, M.Pd.I
77. Nasihat di atas tidak berarti seseorang
hanya boleh beribadah murni (mah'ah) dan melarang memperhatikan dunia.
Berusahalah sekuat tenaga dan pikiran untuk memperoleh harta, dan carilah
pahala negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu di
dunia, berupa kekayaan dan karunia lainnya, dengan menginfakkan dan
menggunakannya di jalan Allah. Akan tetapi pada saat yang sama janganlah kamu
lupakan bagianmu dari kenikmatan di dunia dengan tanpa berlebihan. Dan
berbuatbaiklah kepada semua orang dengan bersedekah sebagaimana atau disebabkan
karena Allah telah berbuat baik kepadamu dengan mengaruniakan nikmat-Nya, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan dalam bentuk apa pun di bagian mana pun di
bumi ini, dengan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan dan akan memberikan
balasan atas kejahatan tersebut.
Edited by : Ahmad
Turmudzi Zhein